Sejarah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan salah satu kawasan konservasi alam terpenting di Indonesia, terletak di Provinsi Jawa Timur. Kawasan ini mencakup pegunungan vulkanik yang ikonik, termasuk Gunung Bromo, Gunung Semeru, dan dataran tinggi Tengger. Dengan luas sekitar 50.276,3 hektare, TNBTS meliputi wilayah administratif empat kabupaten: Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Lumajang. Taman nasional ini tidak hanya melindungi keanekaragaman hayati yang kaya, tetapi juga mempertahankan nilai budaya masyarakat suku Tengger yang telah mendiami wilayah ini sejak abad ke-9 Masehi pada masa Kerajaan Medang. TNBTS dimanfaatkan untuk tujuan konservasi, penelitian ilmiah, pendidikan, dan pariwisata berkelanjutan, dengan fokus pada pelestarian ekosistem pegunungan yang unik.
Latar Belakang Sejarah Awal
Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan Bromo Tengger Semeru telah memiliki status perlindungan alam sejak era kolonial Belanda. Wilayah ini awalnya dikelola sebagai hutan lindung, cagar alam, hutan wisata, dan hutan produksi. Beberapa bagian spesifik telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak lama, seperti Cagar Alam Laut Pasir Tengger (5.250 ha), Cagar Alam Ranu Kumbolo (1.340 ha), dan Cagar Alam Ranu Pani-Ranu Regulo (96 ha). Selain itu, terdapat Taman Wisata Ranu Darungan (380 ha) dan Taman Wisata Tengger Laut Pasir (2,67 ha), serta area hutan produksi dan lindung seluas 43.210,20 ha yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Masyarakat suku Tengger, yang merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit, telah hidup harmonis dengan alam di kawasan ini. Mereka memanfaatkan sumber daya alam secara tradisional, seperti pertanian dan ritual keagamaan, yang secara tidak langsung mendukung upaya pelestarian lingkungan. Kehadiran mereka sejak abad ke-9 Masehi menambah nilai historis dan budaya pada kawasan ini, di mana tradisi seperti upacara Yadnya Kasada di Gunung Bromo menjadi bagian integral dari konservasi berbasis masyarakat.
Pendirian sebagai Taman Nasional
Proses pendirian TNBTS sebagai taman nasional dimulai pada era pasca-kemerdekaan Indonesia, ketika kesadaran akan pentingnya konservasi alam semakin meningkat. Pada 14 Oktober 1982, kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan keputusan Kongres Taman Nasional Sedunia yang diselenggarakan di Denpasar, Bali. Penetapan ini mempertimbangkan aspek perlindungan alam, lingkungan, dan potensi tradisional kuno yang perlu dilestarikan. Namun, peresmian resmi oleh pemerintah Indonesia baru dilakukan pada 12 November 1992 oleh Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Penetapan ini mengintegrasikan berbagai status sebelumnya menjadi satu kesatuan taman nasional, dengan tujuan utama melindungi ekosistem pegunungan yang mencakup tipe sub-montana, montana, dan sub-alphin. Pengelolaan ditangani oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sistem zonasi diterapkan untuk membagi kawasan menjadi zona inti (untuk pelestarian murni), zona rimba (untuk penelitian), zona pemanfaatan (untuk wisata), dan zona budaya (untuk masyarakat lokal).
Perkembangan dan Upaya Konservasi
Sejak didirikan, TNBTS telah mengalami berbagai perkembangan dalam upaya konservasi. Kawasan ini kaya akan flora seperti cemara gunung (Casuarina junghuhniana), jamuju (Dacrycarpus imbricatus), edelweis (Anaphalis javanica), berbagai jenis anggrek, dan rumput langka. Sementara itu, fauna yang dilindungi meliputi luwak (Paradoxurus hermaphroditus), rusa (Rusa timorensis), monyet kra (Macaca fascicularis), kijang (Muntiacus muntjak), ayam hutan merah (Gallus gallus), macan tutul (Panthera pardus), ajag (Cuon alpinus), serta berbagai burung seperti elang bondol (Haliastur indus), belibis (Dendrocygna javanica), rangkong (Buceros rhinoceros), dan alap-alap (Falco peregrinus).
Upaya konservasi meliputi pemantauan bulanan dan tahunan terhadap habitat flora dan fauna, rehabilitasi lahan rusak, serta program pendidikan lingkungan bagi masyarakat sekitar. BB TNBTS juga bekerja sama dengan masyarakat suku Tengger untuk mengintegrasikan kearifan lokal dalam pengelolaan, seperti pembatasan pemanfaatan sumber daya untuk mencegah degradasi. Selain itu, taman ini menjadi situs penelitian internasional untuk vulkanologi dan ekologi pegunungan.
Pada tahun-tahun terakhir, TNBTS menghadapi tantangan seperti kebakaran lahan. Misalnya, pada Agustus-September 2023, kebakaran melanda lereng Kawah Tengger, yang memerlukan upaya pemadaman oleh tim pengelola, relawan, TNI, polisi, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Kebakaran ini menyebabkan penutupan sementara akses wisata pada 6 September 2023, dan api berhasil dipadamkan pada 15 September 2023. Insiden ini menekankan pentingnya peningkatan sistem pencegahan bencana alam dalam strategi konservasi jangka panjang.